Bu Rini adalah sosok ibu rumah tangga yang dikenal oleh warga kampung sebagai wanita yang tangguh. Sejak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, ia harus berjuang sendiri untuk menghidupi kedua anaknya. Di tengah keterbatasan, Bu Rini selalu berpikir keras bagaimana cara menghasilkan uang tanpa meninggalkan anak-anaknya di rumah terlalu lama.
Suatu sore, saat sedang merenung di dapur, aroma wangi gorengan yang baru saja digorengnya memenuhi rumah kecil itu. Ia melihat anak-anaknya yang sedang lahap menikmati tempe goreng buatannya. Di situlah ide itu muncul: “Mengapa tidak coba jual gorengan saja?”
Keputusan itu terasa sederhana, tapi bagi Bu Rini, itu adalah langkah besar. Esok harinya, dengan modal seadanya, ia membeli bahan-bahan: tempe, tahu, pisang, dan singkong. Ia meminjam gerobak kecil dari tetangganya dan mulai membuat gorengan di depan rumahnya. Awalnya, hanya warga sekitar yang membeli. Beberapa orang lewat membeli sepotong atau dua, sambil memuji kelezatan gorengan Bu Rini.
“Tempenya gurih, Bu. Besok saya beli lagi ya!” kata seorang tetangga.
Mendengar pujian itu, semangat Bu Rini meningkat. Setiap pagi ia bangun lebih awal, mempersiapkan adonan gorengan dengan sepenuh hati. Ia mencoba variasi baru, mulai dari bakwan jagung hingga pisang goreng keju yang ternyata diminati banyak anak-anak sekolah. Dari mulut ke mulut, gorengan Bu Rini mulai dikenal di kampung. Bahkan, orang-orang dari kampung sebelah datang untuk mencicipi.
Tidak hanya menjual di depan rumah, Bu Rini mulai memberanikan diri menitipkan gorengan ke warung-warung kecil di sekitar kampung. Setiap warung menerima titipan 50-100 gorengan per hari, dan semuanya habis terjual. Dari keuntungan kecil setiap harinya, Bu Rini mulai menabung. Sedikit demi sedikit, ia memperbaiki gerobaknya, membeli bahan-bahan lebih banyak, dan bahkan membantu tetangganya dengan memberi pekerjaan untuk membantunya membuat gorengan.
Usaha gorengan Bu Rini bukan hanya memberikan pemasukan untuk keluarga, tapi juga menjadi tumpuan bagi tetangga-tetangga yang membutuhkan pekerjaan tambahan. Ia tak lagi merasa sendiri dalam perjuangannya. Dengan hati yang penuh syukur, ia kini bisa menghidupi anak-anaknya dengan layak, bahkan menyekolahkan mereka dengan lebih baik.
Suatu sore, ketika sedang merapikan gerobaknya, seorang pelanggan bertanya, “Bu Rini, apa tidak ingin buka kios yang lebih besar di pasar?”
Bu Rini terdiam sejenak, membayangkan masa depan. Sebuah kios di pasar kota bukan lagi sekadar angan-angan. “Kenapa tidak?” pikirnya. Dalam hati, ia tahu bahwa dari satu langkah kecil menjual gorengan di depan rumah, ia bisa meraih lebih banyak. Rezeki memang datang dari hal-hal yang sering kali tidak terduga.
Dan setiap gorengan yang Bu Rini goreng, bukan hanya sekadar makanan, tapi simbol dari kerja keras, ketekunan, dan keyakinan bahwa di balik usaha kecil, selalu ada jalan menuju rezeki yang besar.