Friday, October 11, 2024

Mensyukuri apa yang kita miliki sekarang

Suara alarm pagi itu membangunkan Wira dari tidurnya. Ia menatap jam di ponselnya, lalu dengan malas beranjak dari tempat tidur. Setiap pagi terasa sama baginya, penuh dengan rutinitas yang monoton. Ia bekerja di sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang teknologi, bagian admin. Tidak ada yang istimewa, hanya angka-angka dan laporan yang terus mengalir.

Wira merasa hidupnya kurang berarti. Ia sering melihat teman-temannya di media sosial yang tampak sukses dengan pekerjaan yang lebih glamor. Ada yang menjadi pengusaha, ada yang bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar, dan ada yang bisa traveling ke luar negeri kapan saja mereka mau. Sementara ia, hanya duduk di belakang meja dengan komputer di hadapannya. Pekerjaan ini tidak membawa kebahagiaan, pikirnya.


Namun, suatu hari sesuatu yang tak terduga terjadi. Teman sekelasnya dulu, Andi, mengirim pesan singkat. Mereka sudah lama tidak bertemu. Dalam percakapan itu, Andi bercerita bahwa ia baru saja kehilangan pekerjaannya akibat pemutusan hubungan kerja massal di perusahaan tempat ia bekerja. Andi kini sedang berjuang mencari pekerjaan baru, tetapi pasar kerja sangat kompetitif dan situasinya semakin sulit.


Wira tertegun. Ia tidak pernah berpikir bahwa orang-orang yang ia anggap “berhasil” bisa mengalami hal seperti itu. Saat itu, Wira menyadari satu hal penting: ia masih memiliki pekerjaan yang stabil. Mungkin tidak mewah atau penuh prestise, tetapi pekerjaan ini memberinya penghasilan tetap, rasa aman, dan rutinitas yang membuatnya bisa menjalani hidup dengan lebih tenang.


Ia merenung. Sering kali, manusia sibuk melihat ke atas, mengejar sesuatu yang belum tentu lebih baik, dan lupa bersyukur dengan apa yang sudah ada. Pekerjaannya sekarang mungkin tidak sempurna, tetapi berkat pekerjaan ini ia bisa membayar tagihan, menabung, dan menikmati waktu dengan keluarganya.


Sejak hari itu, Wira berusaha untuk lebih bersyukur. Ia memutuskan untuk mengubah cara pandangnya terhadap pekerjaannya. Alih-alih mengeluh, ia mulai melihat sisi positifnya. Setiap hari adalah kesempatan untuk belajar dan berkembang, meski dalam hal-hal kecil sekalipun. Dan di saat yang sama, ia mulai menyadari bahwa kebahagiaan bukan tentang memiliki pekerjaan yang paling bergengsi, tetapi tentang bagaimana kita mensyukuri apa yang sudah kita miliki.

Thursday, October 10, 2024

Keajaiban Nasi Sisa: "Rezeki dari Keikhlasan Pak Darto"


Pak Darto adalah seorang tukang becak tua di kampungnya. Setiap hari ia mengayuh becaknya berkeliling kota, mengangkut penumpang yang kadang datang, kadang tidak. Kehidupannya sederhana, cukup untuk makan sehari-hari. Namun, semakin tua, tubuhnya semakin lelah, dan pendapatannya pun tak lagi menentu.

Pada suatu malam, ketika Pak Darto pulang setelah seharian menarik becak tanpa mendapatkan penumpang, perutnya keroncongan. Ia membuka tempat nasi di rumahnya, tapi hanya menemukan sedikit nasi sisa dari kemarin. Nasinya sudah agak kering dan keras, namun ia tetap memanaskannya dengan sedikit air, agar bisa dimakan.

Sambil menunggu nasi itu hangat, pikirannya melayang. “Rezeki kok makin seret ya. Andai besok ada keberuntungan,” gumamnya pelan. Ia hanya bisa pasrah pada keadaan.

Ketika nasi itu siap dimakan, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Pak Darto terkejut, siapa yang datang malam-malam? Ketika pintu dibuka, ternyata seorang ibu tua yang tak ia kenal berdiri di sana.

“Maaf, Pak, saya cuma seorang pengembara. Saya lapar sekali, apakah Bapak punya sedikit makanan untuk saya?” kata ibu itu dengan suara lembut, tapi penuh harap.

Pak Darto terdiam sejenak, melihat piring berisi nasi sisa di mejanya. Itu satu-satunya makanan yang ia punya untuk malam itu. Namun, hatinya tidak tega. "Nasi ini memang sedikit, tapi kalau ibu tidak keberatan, mari kita bagi dua," jawab Pak Darto dengan senyum kecil.

Ibu tua itu tersenyum bahagia. Mereka duduk bersama di lantai dan makan nasi sisa itu tanpa banyak bicara. Setelah selesai, ibu tua itu menatap Pak Darto dengan mata berbinar.

“Terima kasih, Pak. Rezeki yang Bapak bagikan hari ini tak akan sia-sia. Besok, lihatlah sendiri, rezeki Bapak akan datang dengan cara yang tak terduga,” ucap ibu itu sebelum pergi, meninggalkan Pak Darto dalam kebingungan.

Keesokan harinya, seperti biasa, Pak Darto keluar menarik becak. Tapi hari itu, berbeda dari biasanya. Penumpang demi penumpang terus datang, sampai becaknya penuh dan ia hampir tak punya waktu istirahat. Bahkan seorang dermawan memberinya uang lebih sebagai tanda terima kasih.

Dalam sehari, pendapatan Pak Darto lebih banyak daripada yang pernah ia dapatkan sebelumnya. Ia teringat perkataan ibu tua malam itu dan menyadari, rezeki memang datang dari arah yang tak terduga, apalagi ketika kita ikhlas berbagi.