Pak Haris menatap kosong ke arah jalanan yang ramai. Di tangannya, tergantung puluhan balon warna-warni yang melambai tertiup angin. Sudah bertahun-tahun ia mengais rezeki dengan berjualan balon di tepi jalan ini. Ia tidak tahu pasti kapan mulai, tapi yang jelas, setiap harinya ia mengikatkan harapannya pada balon-balon itu.
Balon-balon yang ia jual bukan sekadar benda melayang di udara. Bagi anak-anak, mereka adalah kebahagiaan yang bisa dibeli dengan harga murah. Bagi Pak Haris, balon-balon itu adalah jembatan rezeki antara dirinya dan keluarganya di rumah. Dengan balon-balon itu, ia menyekolahkan anaknya, membeli beras, dan membayar listrik.
Setiap hari, Pak Haris berdiri di bawah terik matahari atau hujan, tak peduli. Ia tahu rezeki tak selalu datang dengan cepat. Kadang, ia harus menunggu lama hingga ada seorang anak kecil yang merengek kepada orang tuanya untuk membeli balon. Kadang, balonnya hanya sedikit yang terjual, tapi ia tak pernah putus asa.
“Pak, satu balon warna biru, ya!” seru seorang bocah kecil sambil menarik tangan ayahnya.
Pak Haris tersenyum. Ia mengambil balon biru itu dan memberikannya dengan hati-hati. “Ini nak, jaga baik-baik ya, jangan sampai lepas,” katanya lembut.
Senyum lebar bocah itu menjadi bayaran yang tak ternilai bagi Pak Haris. Meskipun keuntungannya tak seberapa, senyuman anak-anak itu menghangatkan hatinya. Dalam sekejap, rasa lelahnya hilang seiring balon yang melayang di udara.
Malam itu, Pak Haris pulang dengan pikiran tenang. Meski balon yang terjual tak sebanyak harapannya, ia merasa cukup. Rezeki tak selalu dalam bentuk uang banyak, tapi dalam ketenangan hati. Besok, ia akan kembali lagi, membawa harapan baru di tengah hiruk-pikuk kota dengan balon-balon yang siap mengudara.